Smile After The Rain
"Mengapa kau tertawa di sebelah ku, orang yang sedang kerepotan?"
"Karena aku suka hujan."
"Itu konyol."
"Bagimu konyol, bagiku ini segalanya."
~ Smile After The Rain ~
Musim penghujan telah tiba. Dan aku adalah orang nomor 1 yang akan mengeluh bila hujan mulai turun rintik - rintik. Tak bisa berangkat bekerja, belum lagi macet.
Hari ini hujan turun lebih deras dari biasanya. Dan hari ini aku ada meeting penting dengan boss ku. Belum lagi jas hujanku yang hilang semalam. "Sial.." gerutuku.
Mau tak mau aku mengeluarkan vespa ku dan memulai perjalanan menuju kantor. Daripada aku terlambat.
Di tengah jalan genangan air hujan sudah selutut.
"Sial, genangannya semakin tinggi, bisa mogok nih vespa reot."
Dan benar saja, semenit kemudian vespa ku mogok. "Menyebalkan! Sekarang aku bakal terlambat!" aku menepikan vespa ku ke daerah lebih tinggi.
Tepatnya di halte. Kemudian aku bertemu seorang anak kecil dengan pakaian lusuh dan membawa sebuah payung. "Bang, mau ngojek payung?"
"Ojekin saya sampai di kantor ya!" ujarku setengah kesal karena vespa mogok.
"Iih, boleh sih boleh, tapi, wani piro?" ujarnya cengengesan.
"Nih." jawabku sambil melebarkan lubang hidung dengan dua jari.
"Serius ini, abang mau bayar berapa? Kan jauh tuh kantor dari sini."
"Terserah kamu deh! intinya jangan sampai saya terlambat meeting."
"Abang ada meeting ya? Terus ceritanya mungkin terlambat?"
"Iya! Dan semua gara - gara hujan sialan ini!"
"Hahahahahaha." anak kecil itu malah tertawa.
"Mengapa kau tertawa di sebelah ku, orang yang sedang kerepotan?"
"Karena aku suka hujan."
"Itu konyol."
"Bagimu konyol, bagiku ini segalanya."
-----
Setelah lama menunggu dan hujan tak kunjung berhenti mengamuk , akhirnya aku memutuskan untuk "ngojek payung" bersama anak ingusan ini sampai ke kantor yang kira - kira tinggal berjarak 2 km. Ku gandeng pula vespa mogok ku, tak mungkin kubiarkan di halte. Barangkali kalau sudah kering, dia tak akan mogok lagi.
Dalam perjalanan menuju kantor , aku menatap anak kecil itu terus tersenyum ketika berjalan denganku. Apa yang sebenarnya ada dalam benaknya? Benarkah ia sedang tertawa dalam hati karena melihatku yang tengah kerepotan? Atau apa?
Karena penasaran, aku membuka percakapan dengannya.
"Mengapa sedari tadi kita hanya berjalan tanpa bertutur kata?"
"Entah, abang sendiri mengunci rapat mulut abang. Sedangkan aku kan sudah tersenyum."
"Aku hanya bingung harus mengatakan apa."
"Katakan saja terimakasih." ujarnya sambil tersenyum lebar.
"Baiklah, terimakasih. Tapi terimakasih untuk apa?"
"Lho abang kan sudah meminta bantuan ojek payung saya."
"Dasar bocah, harusnya kamu dong yang berterimakasih pada saya karena kamu akan mendapat lembaran rupiah dari kantong saya."
"Hehehe, iya deh bang."
Suasana berubah dari hening menjadi penuh tawa. Menyenangkan juga bocah ini. Perlahan aku mulai melupakan kekhawatiranku. "Masa bodoh dengan meeting , kalau kondisi tidak fit juga percuma."
Aku melanjutkan pembicaraanku dengan bocah ini.
"Aku punya satu pertanyaan, mengapa kamu sangat menyukai hujan?"
Bocah itu tiba - tiba terdiam. Tak lama kemudian ia berkata,
"Karena hujanlah yang dapat mengingatkanku pada kakakku."
"Kakakmu? Ada apa dengan kakakmu?"
Ia menghela nafas ..
"Dulu aku mempunyai kakak, kami berdua sangat senang bermain hujan."
"Lalu?" aku menyimak perkataan bocah ini.
"Karena kami berasal dari keluarga pas - pas an, kami tidak dapat menikmati permainan yang biasa dinikmati anak - anak jaman sekarang. Jadi kami senang melakukan permainan di luar, terutama bermain hujan."
Ketika aku menatap bocah itu, raut wajahnya berubah menjadi sedih.
"Suatu hari , kami bermain hujan di jalan raya , waktu itu kami sedang berkejar - kejaran . Andai macan itu tidak melewati jalan tempat kami berada saat itu. Tentu aku tak akan sendiri disini."
Tampaknya aku mulai mengerti dengan perkataannya.
"Ia ditabrak oleh motor ketika berusaha menyelamatkanku yang berada tepat di depan motor. Motor itu besar dan melaju dengan kencang. Kakakku menjadi korban tabrak lari."
Aku pun menepuk pelan pundaknya , tanda aku berusaha membuatnya tegar.
"Sayangnya nyawa kakakku tidak tertolong, ia menghembuskan nafas terakhir sebelum tiba di rumah sakit." bocah itu mengakhiri ceritanya dan meneteskan air mata di kedua pelupuk pipinya. Aku mengajaknya singgah di sebuah warung.
Aku mencoba menghiburnya.
"Sabar ya dik, abang turut sedih mendengar kisahmu."
Ia mengusap kedua bola matanya, berusaha tuk berhenti menangis.
"Lebih baik kamu nikmati wedang jahe ini dulu untuk menghangatkan tubuhmu."
Ia mulai meneguk wedang itu. Ia menikmati nya sampai tetes terakhir.
"Enak?" tanyaku.
"Enak bang, lain kali traktir lagi ya." bocah itu kembali ceria.
"Haha, baiklah. Tapi jangan sedih lagi ya."
"Sip boss!" dia berdiri tegap dan memberi hormat padaku.
"Sekarang mari kita lanjutkan perjalanan." ujarku semangat.
Hujan mulai mereda, namun belum berhenti juga. Aku menyusuri jalan bersama bocah dan vespa mogokku ini sembari berbincang - bincang dan tertawa bersama.
"Bang, abang tau tidak? Mengapa aku menganggap hujan amat berarti bagiku?" ia beralih topik.
Baru saja aku akan menjawab , ia sudah bertutur kata kembali.
"Karena aku ingin melunasi segala hutangku pada kakakku. Bukan berupa material seperti yang dikira banyak orang. Tapi aku ingin membantu & menyenangkan hati setiap orang yang kesulitan karena hujan. Aku ingin mengubah pandangan mereka , hujan itu tidak menghambatkan langkahmu, semua itu bisa diatasi. Buktinya aku berdiri disini untuk membantu abang. Dan aku tetap akan menyukai hujan, karena hujan dapat mengingatkanku pada kakakku & membuatku terus bersemangat." ia tersenyum padaku.
"Haha, ceramah nih ceritanya? Bagus! Pertahankanlah niat baikmu itu. Kakakmu pasti bangga melihatmu sekarang."
"Amin, Terimakasih bang!"
Tak terasa kami telah tiba di depan kantor. Hujan pun telah berhenti. Tampak pelangi yang begitu indah di langit. Kami berdua menyaksikan indahnya karunia Tuhan tersebut.
"Sekarang sudah sampai di tempat, terimakasih ya telah menolong abang." ujarku sambil memarkirkan vespa.
"Sama - sama bang."
Aku mengeluarkan uang dari kantongku. Selembar uang berwarna merah. Aku menyodorkannya pada bocah itu.
"Aduh bang, kebanyakan, ga cukup nih kembaliannya." tuturnya sambil membongkar ransel nya.
Aku mengelus kepalanya , "Tak usah dikembalikan, ambil saja. Ini semua untukmu."
Dia tersipu malu, "T- terimakasih banyak abang! Jasa abang tak akan aku lupakan!" ia memelukku.
Tiba - tiba salah satu partner ku memanggil dari pintu masuk. "Abang harus masuk kantor sekarang, kita berjumpa lagi di lain waktu. Sekali lagi, terimakasih telah menolong abang."
"Iya bang, semoga Tuhan membalas semua perbuatan baik abang. Sampai jumpa lagi bang." ia melambaikan tangannya dan tersenyum lebar kepadaku. Aku pun ikut melambaikan tanganku. Aku melangkahkan kaki ku menuju partner kerjaku.
"Lama sekali kamu datang, untung saja meeting ditunda hingga nanti siang. Kalau tidak bisa dimarahi boss kamu!" celotehnya.
Aku tak terlalu menghiraukannya. Kami pun masuk ke dalam kantor. Namun sebelum itu, aku menatap ke langit. Aku pun tersenyum , tersenyum karena aku telah mendapat pelajaran amat berharga hari ini.
"Everybody wants happiness and Nobody wants pain.
But you cannot have a rainbow
without a little rain."
- The End -
Comments
Post a Comment